MENGAPA ANGKA KEMATIAN KORONA DI INDONESIA BESAR?

Abu Zakka

Mati adalah bagian dari qodlo Allah yang kita tidak ikut terlibat di dalamnya. Kita terima atau tidak, keputusan Allah tetap berjalan. Karena itu, seorang yang beriman semestinya ridlo dengan qodlo tersebut.

Meski demikian, secara scientific kita sebagai manusia layak untuk bertanya: Mengapa orang tersebut meninggal? Atau mengapa jumlah kematian tinggi? Pertanyaan tersebut, bukan ingin menggugat Allah, tetapi untuk mengambil pelajaran dan untuk mengoptimalkan ikhtiyar: Jangan-jangan ada faktor manusia yang seharusnya diperbaiki.

Seperti halnya pertanyaan: Mengapa di suatu perlintasan kereta api terjadi banyak kecelakaan, sementara di perlintasan lainnya tidak? Pertanyaan ini penting diajukan sebagai bagian untuk ikhtiyar untuk memperbaiki keadaan. Jika jawabannya, misalnya, karena di perlintasan yang angka kematian tinggi karena tidak di pasang palang pengaman, maka solusinya palang pengaman harus segera dipasang.

Kembali ke masalah korona: Mengapa angka kematian di Indonesia sangat tinggi (lebih dari 9%), sementara angka kematian di negara lain lebih kecil (angka kematian secara internasional sekitar 5%)?

Kita memang tidak tahu pasti penyebabnya. Akan tetapi data resmi yang dipublish secara tersirat sebenarnya menjawab hal tersebut. Lihat data pada tabel ini. Tampak jelas bahwa jumlah test yang dilakukan sangat kecil, bahkan paling kecil di dunia. Dari 270 juta penduduk, test yang kita lakukan hanya sekitar 7 ribu test dalam waktu 1 bulan lebih. Dengan kata lain, untuk setiap 1 juta penduduk, test hanya dilakukan kepada 26 orang. Angka ini jauh lebih kecil dibanding negara lain. Hal ini juga mengkonfirmasi mengapa kenaikan kasus korona di Indonesia relatif linear dengan nilai R^2 lebih besar dari 0,9, padahal di tempat lain, kenaikkan kasus korona mengikuti pola eksponensial.

Dari test yang sangat kecil ini, menyebabkan banyak orang yang sebenarnya positif korona tapi tidak terjangkau oleh test. Bisa jadi juga, orang baru ketahuan positif korona ketika sudah parah, sehingga tindakan medis menjadi terlambat. Semua ini berdampak pada tingginya akan kematian.

Oleh karena itu, siapapun yang mendapat amanah untuk mengurusi rakyat harus paham hal ini. Ini kondisi darurat. Penanganan kasus ini harus dilaksanakan secara extra-ordinary.

Jumlah test yang kita lakukan belum menunjukkan adanya keseriusan kita sebagai bangsa untuk menhadapi wabah. Untuk kondisi normal, bisa jadi langkah yang diambil sudah istimiewa, tapi untuk menghadapi suatu wabah, langkah yang diambil masih dapat dikategorikan sangat minimalis. Mulut kita bisa jadi berbusa meneriakkan bahwa kita benar-benar serius, tetapi data menunjukkan hal sebaliknya.

Wallahu a'lam.

0 komentar